Demikian hasil survei yang diadakan oleh konsultan pemasaran digital Maverick Indonesia dan Research Centre, The London School of Public Relations - Jakarta (LSPR). Survei ini berlangsung pada bulan Juni – September 2010 dengan responden sebanyak 320 wartawan dari 141 media di seluruh Indonesia.
Umumnya, wartawan mengikuti akun perusahaan atau figur-figur yang dianggap mewakili brand tertentu. Dari status dan kicauan Tweet-nya, kerap muncul inspirasi untuk membuat berita. Bahkan, 7 dari 10 wartawan mengaku memperoleh informasi dan ide pemberitaan dari jejaring sosial atau internet.
Kenyataan inilah yang mesti disikapi oleh brand dan perusahaan masa kini. Mereka yang belum menjalankan strategi web dan media sosial akan semakin sulit didengar oleh wartawan. Interaksi tak lagi bisa dibatasi lewat konferensi pers, siaran pers, atau teknik promosi konvensional, seperti beriklan di media massa. Untuk mendapatkan ekspos dari wartawan, tantangannya adalah: apakah perusahaan Anda akan muncul di linimasa (timeline) atau halaman profil mereka.
Menariknya, penelitian juga mengungkap bahwa hanya 5 dari 10 wartawan yang melakukan verifikasi setelah mendapatkan informasi pemberitaan dari Internet. Kalaupun memverifikasi, sejumlah wartawan tetap saja mencari referensi lewat sumber di internet, misalnya ke situs berita lain, situs web perusahaan, Wikipedia, atau memanfaatkan Google dan Yahoo!.
Hal ini perlu menjadi perhatian perusahaan dalam berkomunikasi. Mereka perlu tahu dan memonitor apa saja yang ada di Internet dan jejaring sosial terkait brand/perusahaan mereka. Jika ada informasi yang salah, keluhan yang tak terselesaikan, isu yang mulai berkembang, perusahaan harus cepat mengambil tindakan dan memberikan respon, sebelum informasi-informasi ini ditemukan oleh wartawan yang sedang mencoba memverifikasi atau mencari berita di Internet.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentarlah yg benar...!!!